Translate

Kamis, 25 Juni 2015

Cara bikin opak sambil bermain

Ketika Ramadhan tiba, musim panenpun datang. Anak-anak bergegas menuju tanah garapan, tempat para petani kebon singkong sedang melakukan panenan. Di saat orang dewasa sibuk menyortir singkong-singkong besar untuk dikarungkan, anak-anak asyik memunguti singkong-singkong kecil yang tak masuk hitungan kiloan. Hasilnya lumayan, siap untuk diparut dan dijadikan acian. Untuk selanjutnya diolah menjadi kerupuk opak. Warga setempat menyebutnya enye-enye. Hebatnya lagi, opak ini dikerjakan oleh anak-anak, bermain sambil ngabuburit menunggu beduk maghrib. Berikut cara dan gambar pembuatannya.



HAMBALANG (Persbiro): Setelah singkong diparut, perlu disiapkan dua kaleng susu. Kaleng yang satu untuk membentuk adonan acian menjadi bulatan gepeng (lihat gambar), kaleng yang satu lagi diisi air dan dijerang di atas tungku api untuk merebus gepengan tersebut dengan cara diuap dengan air mendidih.

Saking asyiknya membuat enye-enye, anak-anak itu tidak sadar kalau waktu ashar sudah masuk dan di dalam mushola ada orang yang tengah mengumandangkan azan. Langkah Alec hendak menuju mushola pun terhenti menyaksikan keasyikan itu. Kebetulan, mereka melakukannya di samping mushola, sebelah pondok yang ditempati Alec. Ia tertegun dan segera berbalik pulang untuk mengambil HP kamera. Sejumlah gambar beresolusi rendah (agar lebih cepat untuk di-upload ke internet) pun dihasilkan. Baru setelah itu bergabung dengan jemaah ashar yang sudah masuk rakaat kedua.
Seusai shalat ashar,  beberapa gepengan opak alias enye-enye sudah selesai diuap dan mulai digelar di atas plastik spanduk bekas (lihat gambar) oleh salah seorang dari mereka.

Sementara anak yang lain masih anteng menguapi acian singkong (gepengan) menggunakan kaleng susu.

Caranya mudah, gepengan yang dibentuk seperti bulatan di atas kaleng susu yang satu ditempelkan di atas kaleng susu yang lain yang berisi air yang terjerang (lihat gambar).

Lalu, semua gepengan yang sudah diuapi dengan air mendidih itu dijemur di panas matahari biar cepat kering, lebih keras dan garing bersama dengan potongan-potongan acian singkong lainnya yang sudah dipotong-potong persegi oleh Alec secara diam-diam di dalam pondok.

Setelah dijemur, kedua model adonan (bulat dan persegi) yang sudah kering  siap diangkat untuk selenjutnya digoreng untuk jadi kerupuk enye-enye alias opak.

Bedanya, kalau anak-anak menggunakan kaleng susu untuk membulatkan dan merebus adonan, Alec menggunakan  periuk rebus (lihat gambar). Komposisi adonannya cukup terdiri atas daun bawang, cabe, bawang putih, ketumbar dan garam secukupnya.
Hasilnya ya sama, sejenis kerupuk bukan keripik dari singkong. Ada yang menyebutnya opak, ada pula yang menyebutnya enye-enye. Nama lainnya kalau ada, terserah, yang penting kerupuk ini sedap dimakan pakai nasi. Selamat berbuka...! (ac)

Senin, 15 Juni 2015

Alat congkel yang lebih ditakuti dari senjata api

Matahari siang itu bersinar terik, membuat udara terasa lebih panas. Baju hitam gunting Cina yang ia kenakan seakan menyiratkan dirinya seorang pendekar. Atau, paling tidak ia mengerti tentang ilmu bela diri tradisional khas Nusantara, Silat. Rupanya bukan. 

JAKARTA (Persbiro): Jajang, begitu panggilannya, asgar alias asli Garut, hanyalah orang kampung yang mencoba mengadu peruntungan di kota besar dengan berdagang keliling seantero Jakarta. Barang dagangan yang ia bawa adalah pisau dari berbagai jenis dan model, salah satunya adalah karambit.

Di Sumatera Barat tempat pisau bengkok ini berasal, sejatinya adalah alat pencongkel daging kelapa agar terpisah dari batoknya.

Alat ini disebut Karambiak atau Kurambiak karena identik dengan karambia yang artinya kelapa. Di luar negeri pisau ini dikenal dengan sebutan Karambit atau Kerambit dalam standar bahasa Indonesia.

Alat ini pertama kali diperkenalkan sebagai senjata oleh Pandeka Baruak, seorang pesilat yang kebetulan berprofesi sebagai penyedia jasa petik kelapa.

Ia memetik kelapa dengan bantuan seekor beruk, sejenis monyet khas Sumatera, yang terlatih untuk memetik sekaligus memilih kelapa muda dan kelapa tua.
 
Karambit dijadikan senjata rahasia untuk berjaga-jaga kalau tanpa terduga beruk peliharaannya menjadi agresif terhadap tuannya, biasanya di musim kawin atau bulan purnama yang ditandai dengan membesarnya tumbung, bagian pantat Si Beruk. Karena, agresivitas beruk jantan terkenal bisa menciderai bahkan gigitannya bisa mematikan.

Hewan sejenis juga ditemukan di Benua Afrika yang lazim dikenal sebagai Baboon Afrika.

Uniknya, peninggalan arkeologis yang menggambarkan beruk pemanjat kelapa bisa ditemukan dalam sejarah Mesir Kuno, yang menjadikan dasar hipotesa bahwa nenek moyang bangsa Mesir berasal dari Sumatera.

Menurut Ali Cestar, pengarang buku "Minangkabau Hebrew" (Bahasa Ibrani Minangkabau), nenek moyang bangsa Mesir kemungkinan besar berasal dari keturunan Raja Perahu - Ratu Hati yang di zaman kuno pernah hidup di Pulau Enggano, mengingat banyaknya kemiripan pada keduanya mulai gambar hewan, simbol, benda-benda pada artefak, cinderamata hingga ke kelompok Bahasa Melayu atau Austronesia yang oleh para ahli dimasukkan dalam grup Semitik Barat.  
 
Artinya, sejarah Karambit sudah bermula  sejak manusia mengenal kelapa sebagai konsumsi dan menu sehari-hari.

Sejatinya, Karambit adalah senjata rahasia, jadi wajar kalau banyak orang Indonesia bahkan orang Minangkabau sendiri yang tidak tahu tentang pisau ini. Saking berbahayanya Karambit ini, ia hanya boleh diwariskan pada orang-orang dengan akhlak yang baik dan sudah teruji.

Seorang pendekar tangguh lebih takut pada Karambit ketimbang golok atau samurai. Bahkan, Karambit lebih ditakuti dari senjata api sekalipun. Kenapa?

Pertama. Karena, luka akibat tembakan peluru masih bisa disembuhkan dengan mengeluarkan proyektilnya dari dalam tubuh korban. Tapi luka akibat Karambit seperti usus yang tercabik sampai pergelangan tangan yang hampir putus atau leher yang tergorok, umumnya hanya berujung pada kematian.

Kedua. Karambit lengket dalam genggaman sehingga sulit untuk dipreteli lawan, efektif untuk pertarungan jarak dekat. Bahkan Karambit yang bagus memiliki lubang untuk mencantolkan jari telunjuk di ujung gagangnya.

"Ini mah saya jual Rp350 ribu saja. Biasanya dipakai buat menyembelih kambing kurban atau untuk pajangan juga bagus," tutur Jajang yang mengaku mengambil Karambit dari satu kampung kawasan sentra industri logam di Jawa Barat.

Dengan panjang pisau 29 cm dan menjadi 35 cm (lihat gambar) jika masuk sarung, pisau ini lebih tepat disebut Lawi Ayam, yang di Malaysia biasa dipakai untuk menyembelih ayam.

Karena, panjang Karambit senjata rahasia hanya ukuran sejengkal jari orang dewasa, sehingga mudah disembunyikan di balik pakaian atau dalam saku celana.

Bagaimanapun, sarungnya yang terbuat dari kayu Cempaka dihiasi oleh ukiran serta ornamen dari kayu Kenanga menjadikan pisau ini pas sebagai pajangan guna melestarikan budaya Nusantara.

Anda akan terkagum-kagum dengan fungsi Karambit setelah menyaksikan seni bersilat yang ditunjukkan oleh konsultan beladiri dan pelatih pasukan khusus militer AS, Doug Marcaida, asal Filipina berikut ini:

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/vi7TPa1eQ8w" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>

Nama: Kerambit Sunda
Kegunaan: Sembelih hewan ternak / kurban
Ukuran: 29 cm dan 35 cm jika disarungkan 
Bahan pisau: Besi baja 
Bahan sarung: Kayu cempaka
Furnish: ukiran dan ornamen dari kayu Kenanga
Harga: Rp350 ribu (blm termasuk ongkos kirim)

Untuk pemesanan, silakan hubungi:
Godambalang Agrokreasi
0821-55315751