Di saat rakyat Indonesia
merasakan 70 tahun kemerdekaan RI dengan berbagai kegiatan dan perlombaan, Alec
justru tak leluasa bergerak ke mana-mana.
Pada hari itu, persendian
jempol dan tumit kakinya terserang asam urat yang disertai pembengkakan.
Sakitnya minta ampun!
Karena itu Alec bertekad,
jika pulih ia akan menuliskan
pengalamannya berjuang melepaskan diri dari apa yang ia sebut lebih sebagai “pharmaceutical trap” ketimbang
“ketergantungan obat” sebagaimana yang sering dipropagandakan oleh praktisi
medis terutama untuk penyakit serius yang berkaitan jantung dan stroke seperti darah tinggi atau
hipertensi.
Dengan harapan, jangan sampai
ada lagi anggota masyarakat yang terjurumus ke dalam lobang jebakan yang sama,
yakni “harus makan obat (kimia farmasi) seumur hidup” dengan dalih untuk
meminimalkan risiko yang lebih besar seperti stroke, gagal ginjal, dan
lain-lain.
Ketika naskah ini ditulis,
Alec sudah bisa kembali berjalan , meski pada saat menapak masih terasa agak
nyeri. Alec sempat dua minggu berjalan ngesot
di dalam rumah menggunakan skateboard.
Sampai tetangga sempat memanggilnya dengan sebutan “Mister Ngesot.” (terinspirasi dari satu judul filem nasional yang sempat hits, “Suster Ngesot”)
Sampai tetangga sempat memanggilnya dengan sebutan “Mister Ngesot.” (terinspirasi dari satu judul filem nasional yang sempat hits, “Suster Ngesot”)
Pada minggu ketiga Alec sudah
bisa berjalan, meski dibantu sebilah kayu sebagai tongkat.
Saat ini Alec sudah mulai kembali berjalan tanpa tongkat, meski belum optimal seperti
mengangkut jerigen dari mata air di dekat pondok yang ia huni, satu-satunya
spot yang tetap mengalirkan air meski kemarau panjang.
Mata air yang juga jadi
andalan warga se-RT saat selang-selang air mereka kering dan tidak mengalir.
Latar belakang
Bermula pada 1997 tatkala Alec tak bisa menatap layar monitor PC tempat ia bekeja dengan sempurna. Serasa, ratusan jarum halus menusuk-nusuk bola matanya.
Tak nyaman dengan kondisi itu, iapun memeriksakan diri ke dokter praktek di belakang kantornya yang waktu itu berada di bilangan Slipi.
Bermula pada 1997 tatkala Alec tak bisa menatap layar monitor PC tempat ia bekeja dengan sempurna. Serasa, ratusan jarum halus menusuk-nusuk bola matanya.
Tak nyaman dengan kondisi itu, iapun memeriksakan diri ke dokter praktek di belakang kantornya yang waktu itu berada di bilangan Slipi.
Kata dokter, Alec positif
mengidap hipertensi dan jantungnya mulai membesar dan jika dibiarkan akan
terjadi pembengkakan jantung yang serius dan membahayakan jiwa.
“Mulai detik ini bapak harus
makan obat seumur hidup,” kata dokter berwajah oriental itu sembari menyerahkan
sejumlah pil dalam bungkusan.
Makan obat seumur hidup?
Vonis yang kedengarannya seperti petir di siang bolong. Maksudnya tentu baik,
untuk meminimalkan risiko yang lebih besar dan membahayakan, yakni serangan
jantung!
Pada hari itu juga Alec meluncur
ke satu tempat di kawasan Petamburan, di mana dijual sepeda-sepeda sport bekas
yang harganya miring. Sembari mengayuh sepeda pulang ke rumah, obat yang diberi
dokter tadi, ia buang ke selokan.
Alec bertekad, akan mengganti
keteledoran gaya
hidupnya selama ini dengan rajin-rajin berolahraga, salah satunya dengan
bersepeda, termasuk “bike to work.”
Tidak mudah menyusutkan badan
yang kadung melar hingga 90-an kilogram ke berat ideal 65 kg. Setelah 10 tahun
berkutat dengan olahraga sepeda, sepak bola dan badminton, bobot badan Alec
akhirnya bisa menyusut hingga 78 kg. Dan, masih jauh dari ideal.
Sejak 2007, Alec menghentikan kegiatan sepakbola dan bersepedanya dan lebih banyak fokus ke badminton semata. Dan, alhamdulillah, ia sehat-sehat saja.
Sejak 2007, Alec menghentikan kegiatan sepakbola dan bersepedanya dan lebih banyak fokus ke badminton semata. Dan, alhamdulillah, ia sehat-sehat saja.
Hingga, 2013 ketika ia mulai
melupakan pola makan dan gaya
hidup yang sehat, hipertensi itu datang lagi. Kali ini dengan gejala yang
berbeda, yakni sesak napas di bagian dada yang sangat mengganggu sekali.
Saat diperiksa ke klinik
terdekat, tensi Alec tercatat 230 per 110. Dokter yang memeriksa sempat
pucat-pasi dan segera membuat rujukan untuk dirawat di RS. “Buruan Pak ke rumah
sakit, sebelum semaput di sini,” kata dokter wanita itu.
Butuh empat hari rawat inap
untuk bisa menormalkan kembali tensi darah Alec. Sepulang dari RS, Alec
berjalan oleng seperti terkena disorientasi. Seperrtinya, ia telah menjadi
kelinci percobaan obat baru dari Sang Dokter.
Setelah seminggu di rumah,
Alec kontrol lagi ke RS bersangkutan karena memang diharuskan oleh dokter yang
bersangkutan.
Tatkala istrinya bertanya,
“Kok suami saya jadi mengalami disorientasi gitu,. Dok?” Sang Dokter dengan entengnya menjawab, “Salah
obat, Buk. Obatnya nggak cocok sama dia.”
Meski dalam kondisi disorientasi, Alec sempat menyumpah dalam hati, dokter apa ini? Menjadikan pasiennya sendiri sebagai kelinci percobaan?
Meski dalam kondisi disorientasi, Alec sempat menyumpah dalam hati, dokter apa ini? Menjadikan pasiennya sendiri sebagai kelinci percobaan?
Akhirnya obatnya pun diganti
dengan jenis generik.
Selang tiga bulan sejak
pergantian obat paten ke obat generik, disorientasi Alec mulai hilang. Ia sudah
mulai stabil, bahkan mengendarai sepeda motor ke seantero Kota Depok, aman-aman
saja.
Sama dengan pesan dokter yang
pertama pada 1997, dokter kali ini, kebetulan ia seorang ahli jantung dan
psikiatris, juga mewajibkan “makan obat seumur hidup.”
“Tapi aman nggak Dok terhadap ginjal? Ada efek samping yang serius nggak?” tanya Alec saat kontrol di bulan ketiga.
“Tapi aman nggak Dok terhadap ginjal? Ada efek samping yang serius nggak?” tanya Alec saat kontrol di bulan ketiga.
“Sejauh ini sih aman-aman
saja. Dibanding risikonya, rutin minum obat anti-hipertensi tetap yang paling
dianjurkan,” katanya sembari menambahkan, setelah kontrol per 3 bulan, kontrol
selanjutnya adalah per 6 bulan dan per tahun.
Pada saat itu, obat hipertensi yang dikonsumsi Alec sesuai resep dokter adalah, V-Bloc (obat paten dan mahal dan termasuk obat andalan RS dan Sang Dokter), Spirolonactone dan Amlodipine. Dua jenis terakhir adalah generik dan terbilang murah.
Pada saat itu, obat hipertensi yang dikonsumsi Alec sesuai resep dokter adalah, V-Bloc (obat paten dan mahal dan termasuk obat andalan RS dan Sang Dokter), Spirolonactone dan Amlodipine. Dua jenis terakhir adalah generik dan terbilang murah.
Lebih kurang selama tiga
bulan Alec disiplin mengkonsumsi ketiga jenis obat itu. Pada bulan ke empat,
V-Bloc mulai ditinggalkan karena sejak pindah ke Hambalang, obat paten itu
sulit didapatkan di apotik-apotik terdekat.
Alhasil, selama satu tahun taktis Alec hanya mengandalkan Spirolonacton 25 mg (1 x sehari) dan Amlodipine 5 mg (2 x sehari). Dan selama itu, fisiknya bugar-bugar saja.
Alhasil, selama satu tahun taktis Alec hanya mengandalkan Spirolonacton 25 mg (1 x sehari) dan Amlodipine 5 mg (2 x sehari). Dan selama itu, fisiknya bugar-bugar saja.
Apalagi sejak awal tahun
2015, Alec berhenti merokok, sehingga tingkat kebugaran tubuhnya berlipat
ganda. Sampai ia berpikir untuk menghentikan saja konsumsi obat rutin tersebut.
Namun untuk benar-benar berhenti, iapun tak berani.
Membawa air dengan jerigen dari mata air dengan rute menanjak, merupakan rutinitas sehari-hari untuk menjaga kebugaran jasmaniah, sebelum asam urat itu datang |
Mendobrak mitos
Dalam kondisi dilematis,
Ramadhan pun tiba. Saat yang tepat untuk refreshment jasmani dan rohani, batin
Alec. Iapun bertekad ibadah yang ia jalani selama Ramadhan tahun ini harus jauh
lebih dari tahun lalu.
Biasanya, keadaan seseorang
setahun ke depan ditentukan dari kualitas ibadahnya selama Ramadhan. Harapan
Alec, agar Tuhan memudahkan ia mencari jalan untuk mendobrak mitos yang
menyebutkan bahwa penderita hipertensi harus makan obat (kimia farmasi) seumur
hidup,
Hanya Tuhan yang berhak
menilai kualitas ibadah hamba-hamba-Nya. Kita hanya bisa tahu output-nya dari
tanda-tanda dan fenomena yang terjadi di sekitar kita sebagai jawaban atas doa.
Saat Lebaran di Sumedang kemarin, tanpa sengaja mata Alec tertumbuk pada buku yang tergeletak di lantai kamar (lihat gambar).
Saat Lebaran di Sumedang kemarin, tanpa sengaja mata Alec tertumbuk pada buku yang tergeletak di lantai kamar (lihat gambar).
Judulnya cukup merangsang
keingintahuan pembaca, “Air. Anda tidak sakit. Anda hanya kekurangan air.”
Sebuah karya anti-thesis melawan mitos-mitos yang berlaku dalam dunia kedokteran moderen dari seorang dokter terkemuka asal Iran & mendapat sambutan luas oleh publik di AS. |
Penulisnya seorang dokter yang pernah ditugaskan di rumah-rumah tahanan untuk
merawat para penghuni sel-sel panjara di Iran.
Jawaban itu akhirnya datang.
Dokter itu, lewat buku
tersebut membantah bulat-bulat bahwa hipertensi esensial sebagai satu penyakit
bawaan bahkan keturunan seperti anggapan paramedis selama ini.
Menurutnya, hipertensi, apapun jenisnya, tak lain adalah salah satu bentuk efek dari dehidrasi (kekurangan air) pada tubuh.
Menurutnya, hipertensi, apapun jenisnya, tak lain adalah salah satu bentuk efek dari dehidrasi (kekurangan air) pada tubuh.
Di sinilah nilai pendobrakan
yang selama ini dicari-cari Alec. Ternyata obat hipertensi itu sendiri adalah
kontradiksi dengan penyebab penyakit tersebut. Dokter yang mendobrak tradisi
kedokteran itu sendiri.
Maksudnya begini. Obat
farmasi bekerja menghambat masuknya air dan mineral ke dalam darah dan mengarahkannya langsung ke saluran ekskresi
(pembuangan). Cara ini di dunia medis disebut dengan diuretik.
Nah, apabila volume air dalam
darah berkurang, kekuatan pempompaan (potential
pumping) darahpun jadi melemah sehingga tekanan darah menurun.
Cara diuretik menggunakan obat
kimia farmasi seperti itu dalam buku itu dinilai sebagai “solusi semu” karena tak
menyentuh akar persoalan hipertensi itu sendiri, dan justru memperparah
hipertensi itu sendiri untuk jangka lama, yakni karena dehidrasi pada
dinding-dinding sel yang menyebabkan banyak sel-sel yang mati, bukannya ber
regenerasi.
Menurut buku itu, dengan obat
kimia farmasi, hipertensi tidak akan pernah bisa terobati, justru semakin
menjadi-jadi dan lambat laun akan merusak ke sel-sel tubuh yang lain yang
berkaitan, termasuk hati, ginjal, pankreas, paru-paru, dan lain-lain.
Sementara diuretik yang
ditawarkan buku itu justru lebih alami, yakni dengan mengguyur (flush) dinding-dinding pembuluh darah
hingga ginjal dan pencernaan dengan air putih (hanya air putih!) dan memastikan
bahwa tidak ada sel-sel tubuh yang mengalami dehidrasi.
Selama ini kita menyangka
bahwa salah satu gejala dehidrasi adalah rasa haus atau kering di bibir. Padahal,
ketika rasa haus menyerang dan bibir terasa kering, tubuh sudah dehidrasi berlangsung
cukup lama dan sejumlah sel sudah mulai mati.
Bagi Alec, solusi yang
ditawarkan buku itu sangat masuk akal, Paling tidak, kalaupun harus
mengkonsumsi obat kimia farmasi, minum air putih sebanyak mungkin bisa
meminimalisir risiko obat farmasi seperti kerusakan pada ginjal.
Iseng berbuah bencana
Sepulang dari Sumedang, Alec
sudah bertekad ingin menghentikan konsumsi obat-obatan hipertensi yang selama
ini ia minum dan menggantinya dengan asupan air putih, kalau bisa yang tingkat
basanya tinggi (alkaline), atau dikenal
dengan sebutan Kangen (baca: "kan gen") Water, seperti yang diperkenalkan oleh seorang ipar.
Sebelum memutuskan berhenti
total tak ada salahnya berkonsultasi dengan Sang Dokter, batin Alec,
Dan iapun kontrol ke RS yang
sama setelah setahun tidak bertemu dengan dokter spesialis jantung dan
psikiatris tersebut.
Setelah berdiskusi beberapa
saat, termasuk perubahan kebugaran yang Alec rasakan sejak itu berhenti
merokok, Sang Dokter, seperti biasa, meresepkan obat hipertensi.
Hanya saja, karena Alec sekarang tinggal cukup jauh dari perkotaan, obatnya diganti dengan yang sangat-sangat generik.
Musibah itu bermula di sini. Ternyata salah satu obat generik tersebut membawa efek samping penumpukan asam urat.
Hanya saja, karena Alec sekarang tinggal cukup jauh dari perkotaan, obatnya diganti dengan yang sangat-sangat generik.
Musibah itu bermula di sini. Ternyata salah satu obat generik tersebut membawa efek samping penumpukan asam urat.
Pada saat kontrol, dokter
berpesan agar kembali kontrol seminggu lagi, a.l. untuk melihat efek obat pada
pasien karena efek samping obat pada tiap orang berbeda-beda.
Alec sudah bertekad, apapun dalih
kedokteran yang dipakai, ia hanya akan
meminum obat itu hanya sampai jumlah yang diresepkan (seminggu) habis.
Dari ketiga jenis obat
hipertensi itu ada satu yang paling murah, dan sengaja dibeli agak lebih
banyak, untuk pemakaian sebulan yaitu Hydrochlorothiazide
atau lazim dikenal dengan HTC.
Artinya, Alec tetap ingin
menghentikannya, tapi secara bertahap.
Celakanya, HTC ini ternyata
membawa efek samping berupa penumpukan asam urat yang juga bisa memberatkan
kerja ginjal.
Sayangnya, efek samping HTC ini tak banyak dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal obat maupun testimoni pasien.
Sayangnya, efek samping HTC ini tak banyak dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal obat maupun testimoni pasien.
Atau, Sang Dokter sudah bisa
membaca gelagat Alec untuk menghentikan pengobatan dan sengaja memberikan resep
pamungkas yang membuat pasien terpaksa terus bolak-balik menjadi customer tetap rumah sakit.
Seperti prinsip bisnis
berbasis jasa jaman sekarang, “Mempertahankan satu pelanggan yang sudah ada jauh
lebih berharga daripada mencari 10 pelanggan baru.”
Whateva…
Memasuki minggu kedua, dua obat generik yang pertama yakni Valsartan dan Propanolol sudah habis karena memang dibeli sesuai jumlah yang
diresepkan, sementara HTC masih tetap jalan karena harganya jauh lebih murah
dan belinya sengaja dilebihkan.
Menjelang akhir minggu kedua,
gejala asam urat mulai terasa.
Saat shalat, jempol kaki
sulit ditekuk dan terasa sakit jika dipaksakan. Makin lama makin merah, dan
terjadi pembengkakan. Pada saat itu, Alec terpaksa berhenti mengambil air
jernih pakai jerigen dari mata air, yang menjadi olahraga rutinnya sehari-hari.
Asam urat tak ada hubungan dengan
urat. Ia adalah hasil terjemahan sesuai EYD dari uric acid, yaitu sejenis zat asam yang dihasilkan tubuh yang tidak
bisa dicegah ginjal masuk ke pembuluh darah sehingga menumpuk di bagian
persendian dalam bentuk kristal.
Kristalisasi asam urat itulah
yang menyebabkan persendian menjadi merah, bengkak dan sakit sehingga sulit
untuk digerakkan.
Dan jika dibiarkan, lambat
laun akan memicu terjadinya pengapuran tulang (osteoporosis). Oleh karena itu, asam urat masuk kategori penyakit
degeneratif.
Penyebab utama asam urat yang paling umum adalah jero-jeroan, gorengan dan makanan yang mengandung kacang-kacangan dalam jumlah yang melampaui kebutuhan tubuh.
Penyebab utama asam urat yang paling umum adalah jero-jeroan, gorengan dan makanan yang mengandung kacang-kacangan dalam jumlah yang melampaui kebutuhan tubuh.
Masalahnya, hampir dua tahun
terakhir, Alec hampir tak pernah makan jeroan, gorengan sama sekali.
Bisa dipastikan, munculnya
asam urat karena efek samping dari HTC, salah satu obat yang diresepkan Sang
Dokter.
Pertanyaannya, mungkinkan
seorang professional seperti ahli jantung tak tahu tentang efek samping dari
obat yang ia resepkan? Atau ada maksud-maksud lain? Wallahu ‘alam.
Tapi yang jelas, kejadian itu memperkuat tekad Alec untuk berhenti total dari obat-obatan kimia farmasi yang selama ini ia konsumsi atas nama “dunia medis & kedokteran.”
Kehancuran bisnis farmasi
Tapi yang jelas, kejadian itu memperkuat tekad Alec untuk berhenti total dari obat-obatan kimia farmasi yang selama ini ia konsumsi atas nama “dunia medis & kedokteran.”
Kehancuran bisnis farmasi
Menjelang akhir Agustus, Alec
sudah hampir 3 minggu tidak mengkonsumsi obat-obatan kimia farmasi seperti yang
ia rutinkan selama setahun sebelumnya.
Alhamdulillah, ia akhirnya
bisa sembuh dari penyakit baru yang ditimbullkan oleh efek samping obat
hipertensi yakni asam urat. Seperti kata seorang teman pemilik satu apotik, “
Obat farmasi itu menyembuhkan satu penyakit, tapi juga memunculkan
penyakit-penyakit lain yang baru.”
Seorang mantan medical respresentative senior yang berputar haluan menjadi pedagang lontong sayur dan kebetulan menjadi langgganan makan malam Alec, menuturkan beberapa sebab obat farmasi itu berisko a.l. adalah
Seorang mantan medical respresentative senior yang berputar haluan menjadi pedagang lontong sayur dan kebetulan menjadi langgganan makan malam Alec, menuturkan beberapa sebab obat farmasi itu berisko a.l. adalah
Di negara asal obat paten
seperti AS, misalnya, obat dari bahan alami tidak bisa dipatenkan.
Alhasil perusahaan farmasi Paman Sam itu mencari akal yakni dengan memproduksi kandungan tiruan atau sintetis
dari bahan-bahan alami yang diketahui berkhasiat obat.
Nah, bahan-bahan sintetis itu pastilah membawa efek samping.
Ia mencontohkan Viagra yang pada mulanya merupakan hasil sitetis untuk obat hipertensi.
Tapi karena efek sampingnya berupa pengerasan otot akibat melebarnya pembuluh darah, Viagra akhirnya dijadikan obat kejantanan pria.
Nah, bahan-bahan sintetis itu pastilah membawa efek samping.
Ia mencontohkan Viagra yang pada mulanya merupakan hasil sitetis untuk obat hipertensi.
Tapi karena efek sampingnya berupa pengerasan otot akibat melebarnya pembuluh darah, Viagra akhirnya dijadikan obat kejantanan pria.
Selain itu, kata seorang teman di Priok, saat ini di negara-negara maju mulai dikembangkan teknik self-healing, setiap jasmani manusia punya potensi untuk mengobati dirinya sendiri dari dalam.
Dalam dua dekade ke depan,
industri farmasi diperkirakan akan kehilangan bisnisnya.
Pesta pora kimia farmasi akan segera berakhir, seiring meningkatnya kesadaran publik untuk kembali ke alam asli, bukan sintetik.
Apalagi dengan hadirnya BPJS, ruang gerak para medrep semakin sempit dalam memasarkan produk-produk obat farmasinya, baik ke dokter langsung ataupun via RS.
Pesta pora kimia farmasi akan segera berakhir, seiring meningkatnya kesadaran publik untuk kembali ke alam asli, bukan sintetik.
Apalagi dengan hadirnya BPJS, ruang gerak para medrep semakin sempit dalam memasarkan produk-produk obat farmasinya, baik ke dokter langsung ataupun via RS.
Hari pertama serangan asam urat dimulai dengan terjadinya pembengkakan pada sendi jempol kaki kanan, sementara kaki kiri masih terasa normal. |
Kompres bagian yang sakit atau bengkak dengan handuk yang dicelupkan ke air panas, untuk meredakan nyeri atau senat-senut yang sangat mengganggu. |
Bisa juga dengan merendam bagian yang terkena asam urat dengan air hangat |
Menu selama masa pembersihan dalam, bawang putih, bawang merah, rebusan tempe dan sambel |
Menu selama masa pembersihan (cleansing): irisan tomat, cabe, daun pepaya, nasih putih, tempe |
Menu selama cleansing period: nasi putih, rebusan daun pepaya, cabe hijau giling |
Warna air seni selama cleansing period mirip air bir |
Air seni mulai mengkristal setelah didiamkan dua hari |
Volume air seni dalam semalam selama masa pembersihan |
Tips Agustus Merdeka
Menjelang minggu terakhir bulan
Agustus, Alec akhirnya sudah bisa berjalan, tanpa bantuan tongkat. Dan, bengkak
di persendianpun sudah mulai kempes.
Tipsnya sederhana saja, minum
air rebusan daun jeruk dan kadang daun salam setiap hari disertai dengan mengurangi
makan, sehingga pada saat perut kosong, minum air putih sebanyaknya dan
sebisanya.
Untuk tujuan dokumentasi, Alec tak lupa mengabadikan setiap perkembangan yang terjadi dari hari ke hari, termasuk memantau kualitas air seni (gambar).
Untuk tujuan dokumentasi, Alec tak lupa mengabadikan setiap perkembangan yang terjadi dari hari ke hari, termasuk memantau kualitas air seni (gambar).
Pada minggu pertama terserang
asam urat, Alec terpaksa buang air kecil menggunakan botol air mineral. Jumlah
yang terkumpul rata-rata dua botol air mineral ukuran besar tiap hari. Dengan
volume ini, diuretika alami dianggap sukses.
Pernah suatu kali Alec
sengaja mendiamkan air seninya selama dua hari di botol, air yang warnanya
mirip minuman bir itu, sebahagian mulai mengkristal (gambar).
Itu juga menunjukkan bahwa diuretika menggunakan air daun jeruk telah berhasil merontokkan sisa-sisa asam urat dari dalam tubuh dan membuangnya lewat saluran ekresi (kencing & BAB).
Itu juga menunjukkan bahwa diuretika menggunakan air daun jeruk telah berhasil merontokkan sisa-sisa asam urat dari dalam tubuh dan membuangnya lewat saluran ekresi (kencing & BAB).
Selama fase pembersihan itu,
Alec membatasi menu makanan ke sayuran hijau dan tanaman kaya vitamin C seperti
cabe dan tomat.
Ini penting terutama di
awal-awal serangan, terutama untuk mengurangi rasa sakit.
Vitamin C terkenal sebagai
anti-oksidan paling bagus, dibanding jika Alec harus makan obat farmasi sekelas
ibuprofen, misalnya, hanya sekadar untuk penghilang rasa sakit.
Bagian yang bengkak atau sakit agar direndam dalam air hangan atau dikompres dengan air panas untuk meredakan senat-senut pada persendian. (lihat gambar).
Dan jangan diurut, karena kristal pada persendian dikhawatirkan bisa melukai jaringan dalam kulit.
Dan jangan diurut, karena kristal pada persendian dikhawatirkan bisa melukai jaringan dalam kulit.
Cara di atas lebih baik daripada harus minum obat
pereda asam urat itu sendiri seperti Allopurinol,
pemberian teman medrep, yang hingga ia pulih obat itu tak pernah disentuh.
Prinsipnya sederhana, “Obat
farmasi umumnya terbuat dari bahan sintetis kimiawi dan pasti membawa efek
samping.”
Naskah ini ditulis pada 29 Agustus 2015, setelah hampir tiga minggu Alec terserang asam urat, mulai bisa kembali berjalan setelah melewati malam-malam yang penuh dengan senat-senut, kesakitan persendian yang luar biasa, buang air kecil & besar terpaksa dengan alat bantu.
Naskah ini ditulis pada 29 Agustus 2015, setelah hampir tiga minggu Alec terserang asam urat, mulai bisa kembali berjalan setelah melewati malam-malam yang penuh dengan senat-senut, kesakitan persendian yang luar biasa, buang air kecil & besar terpaksa dengan alat bantu.
Begitu tidak enaknya penyakit
yang namanya asam urat itu, jangan sampai ada karib kerabat dan handai tolan
yang mengalami hal serupa. Dan kalau itu
terjadi, ikuti saja tips pemulihan di atas. Dan, jangan lupa baca bukunya!
Hambalang, 29 Agustus 2015
Ali Cestar
Testimonial sharing:
0821-55315751 (no SMS)
untungnya semua bahan2 alami mudah didapat di NKRI itu, mudah2an lakeh cegak Sutan
BalasHapusmokasi mamanda
BalasHapusMakasih banyak atas infonya yg bermanfaat
BalasHapusMakasih banyak atas infonya yg bermanfaat
BalasHapus