Enam orang
bercadar naik ke atas panggung meliuk-liuk bak Ninja sedang beraksi diikuti lima Ninja lainnya di
belakang. Uniknya, dari ke-11 Ninja yang muncul itu ada yang pakai rok panjang
dan ada yang mengenakan celana jeans. Tak ada samurai dan tanpa katana. Mereka
justru bernyanyi dan berjoget mengikuti irama orgen tunggal.
PADANG
PANJANG (Persbiro): Itulah sekelumit pemandangan di atas panggung saat malam
keakraban Reuni SMP Negeri 2 Padang tahun angkatan lulus 1986 digelar di Minang
Fantasi (Mifan), Padang Panjang dari 5-6 Maret 2016.
Sebanyak 110
orang alumni yang mewakili setiap kelas dari total asumsi 40 siswa x 8 kelas = 320
orang hadir dalam acara itu. Sisanya, ada yang berhalangan tetap alias sudah
wafat dan ada yang berhalangan urgensial serta ada yang tak tahu rimbanya.
Dari jumlah
itu, hampir separuhnya datang dari luar kota Padang atau rantau seperti Jabodetabek, Jambi, Medan, Palembang
dan Riau sementara sisanya merupakan warga tetap Kota Bengkuang yang berjuluk The Beloved City itu.
Dalam acara
yang diadakan pada malam itu, tiap peserta dibagi ke dalam enam kelompok dan masing-masing
kelompok diminta oleh panitia untuk membawakan acara yang berkaitan dengan
penggunaan kain sarung karena tema reuni dari generasi yang berjuluk Sempeduo’86
itu adalah “back to kampong with sarong.”
Tak
dipungkiri empat kelompok masuk kategori malas dan hanya mengandalkan musik organ tunggal, namun tetap tak kalah heboh
karena yang dibawakan adalah Poco-poco dan Tanjung Katung.
Ada juga yang menyajikan drama semi
komedi berjudul Malin Kondang, yaitu Malin Kundang versi modern yang lupa bawa
dongkrak ketika pulang dari rantau. Peran Malin Kondang itu dimainkan oleh Satya
Hidayat, Kepala PNM (Permodalan Nasional Madani), satu BUMN cabang Lahat,
Sumsel.
Pria yang
akrab dipanggil Q-Deich itu
membawakan perannya dengan lucu sehingga penonton dibuat terpingkal-pingkal.
Apalagi, alur cerita dibuat bebas, tak mesti persis dengan versi aslinya, Malin
Kundang. Meski begitu, grup itu tampil paling lama dan kompak.
Dan uniknya,
semua grup peserta wajib tampil dengan mengenakan sarung sebagai wardrobe utamanya, sebagai bukti
kecintaan alumni kepada budaya asli Nusantara yang tak bisa dilepaskan dari
peran dan fungsi kain sarung.
Pertemuan
reuni dimulai dari registrasi kedatangan pada hari Sabtu 5 Maret di gerbang SMP
Negeri 2 Padang, dilanjutkan dengan penyerahan bantuan berupa karpet shalat dari
alumni untuk mushola sekolah dan foto bersama dengan para guru di halaman
sekolah.
Acara
kemudian dilanjutkan dengan foto bersejarah yang mengambil momentum di Jembatan
Siti Nurbaya, Muara, Padang
yang kemudian dilanjutkan dengan foto-foto bersama di tepi laut atau Taplau, ciri khas Kota Padang.
Setelah
makan siang di sebuah restoran dekat Khatib Sulaiman, rombongan yang dibagi
dalam dua bis itu, melanjutkan perjalanan ke Padang Panjang setelah sempat
mampir di sebuah pom bensin di daerah Lubuk Buaya untuk menunaikan shalat
Zhuhur.
Dr A.Z
Agusfar, ahli kandungan dan persalinan yang menjadi kepala rombongan di bis
pertama, tak henti-hentinya membuat banyolan yang mengocok perut, yang membuat
perjalanan tak terasa jauh.
Pria berkumis
dan berjenggot yang akrab dipanggil dengan “Dr.
Ahmad” dan kini bertugas di RSIA Bunda Aliyah, Pondok Bambu, Jakarta Timur
itu di kalangan sesama alumni dikenal sebagai figur yang luwes dan menyenangkan
sejak masa sekolah.
Di Mifan,
kelompok pria menghuni Rumah Kajang Padati sementara kelompok putri
beristirahat di rumah gadang Rantau Pasisia tak jauh dari aula tempat acara
digelar yang diawali dengan santap malam bermenu Kapau, Bukittinggi.
Dalam
kesempatan itu, Ketua Pelaksana Reuni Sempeduo’86 H. Rahmi Rammon persiapan
reuni dilakukan jauh-jauh hari sejak enam bulan terakhir dengan pola ‘hunting’
hingga ke daerah-daerah serta lewat pesan berantai dari mulut ke mulut.
“Kalau
hanya mengandalkan kawan-kawan di Padang semata, tentu hasilnya tidak akan
maksimal karena jumlah terbesar alumni justru tersebar di beberapa wilayah di
luar kota Padang,
termasuk Jabodetabek,” kata bos grup Gerfa yang akrab dipanggil dengan sebutan
Jimon itu.
Hal senada
juga disampaikan oleh Ketua Alumni Sempeduo’86, Dian Surya Putra (akrab
dipanggil DSP, red) bahwa pendataan
awal dilakukan dengan mengumpulkan kawan-kawan alumni per masing-masing kelas sewaktu
kelas satu. Kelas 1H tercatat yang
paling banyak terkumpul.
“Dari situ
baru beredar informasi dari mulut ke mulut, hunting
perorangan serta melibatkan paguyuban perantauan seperti IKM (Ikatan Keluarga
Minang, red), organisasi sosial dan ormas-ormas,” kata DSP, pejabat aktif di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Kabupaten Bandung.
Begitu
berharganya waktu yang tersisa, tak satupun dari para alumni yang melewatkan
malamnya dengan tidur lelap. Mereka umumnya hanya tidur-tidur ayam, ngobrol
sambil berbaring dan berbagi cerita sembari menunggu waktu Subuh.
Setelah 30
tahun tak bertemu, tentu banyak cerita yang mengalir dari mulut tiap alumni,
kenangan pahit ataupun manis bukanlah masalah. Setiap kenangan adalah indah di
mata masing-masing mereka.
Minggu 6
Maret menjelang siang, rombongkan kembali ke Padang. Dan setelah makan siang di satu RM di
Ujung Gurun, para alumni kembali ke sekolah SMP Negeri 2 untuk berpisah lagi. (ac)
Bakodak ria di Jembatan Siti Nurbaya |
Foto bersama di Taplau |
Kelompok Malin Kondang, paling lama & paling kompak Paling kiri, Ketua Alumni Sempeduo'86, Dian Surya Putra |
Kelompok campur sari, siapa saja yang suka selfie paling tengah depan, Ketua Pelaksana Reuni, Rahmi Rammon paling kiri, Zulnasri, paling kanan, Oktia Hendra |
Berfoto sejenak sebelum meninggalkan Mifan |
Inilah bis yang membawa rombongan sejuta kenangan itu |
Lima anggota kelas 1H, kelas terbanyak yang hadir reuni Dari kiri ke kanan, Cecep Danang Saputra, Ali Cestar, Meri Elmira, Pendri, Bambang Eko Laksono |
Trio putra guru SMP Negeri 2 Padang Dari kiri ke kanan, Andri Yunidal, Willy Suhairi, Ali Cestar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar