Selamat jalan, Kawan. Aku yakin
singkong di Tanah Surga jauh lebih lezat dan gurih.Tapi waktuku belum tiba. Ada saatnya kita akan menikmati sajian ubi kayu bersama-sama
di atas sana,
kalau Tuhan mengizinkan.
JAKARTA (Persbiro): Tiga bulan terakhir,
jalan raya menuju Tanjung Priuk relatif lengang dari truk-truk kontainer, moda
angkutan yang kerap dituding sebagai biang kerok kemacetan. Itu pertanda pergerakan
bongkar muat barang di pelabuhan yang
lazim disebut Priok itu mulai menurun.
Hal itu
sekaligus menjadi indikator bahwa ekonomi mengalami downturn atau kelesuan, terlihat dengan tanda-tanda rendahnya
pertumbuhan di hampir semua bidang industri, terutama logistik. Karena, hampir semua sektor membutuhkan
manajemen.
Akibat kelesuan itu, konon kabarnya, sekitar 1.300 unit truk terpaksa ditarik leasing karena default alias wanprestasi dalam cicilan kredit.
Akibat kelesuan itu, konon kabarnya, sekitar 1.300 unit truk terpaksa ditarik leasing karena default alias wanprestasi dalam cicilan kredit.
Proyeksi
bisnis pengusaha truk sepertinya meleset dalam membaca pergerakan bisnis yang erat
kaitannya dengan mata rantai pasokan itu, sebagai operator pengangkutan kontainer.
Akibatnya,
banyak truk menganggur karena tidak ada muatan padahal sudah terlanjur ekspansi
dengan menambah armada baru.
Dalam
asumsi kasar saja, jika satu perusahaan mengoperasikan 10 armada baru, maka
paling tidak ada 130 perusahaan truk terancam bakal bangkrut tahun ini.
Lesunya
usaha logistik menyiratkan satu hal. distribusi kebutuhan pokok menjadi sektor
yang paling terancam dengan serius.
Apalagi,
bila sudah menyangkut sembako, bagi penduduk perkotaan hal itu merupakan indikator
yang memprihatinkan, mengingat tingginya ketergantungan kota pada distribusi logistik terutama ke
pasar-pasar tradisional, supermarket, minimarket hingga ke warung-warung kecil
dekat rumah.
Jika
ancaman seperti itu benar-benar terjadi, risiko sosialnya jauh lebih besar
lagi. Sulit dibayangkan apa yang bisa dilakukan oleh warga kota yang kelaparan karena tidak mendapat
pasokan pangan.
Orang
mungkin bisa berkompromi dengan
tunggakan kredit, tapi kalau dengan perut? Punya uang banyak, harta melimpah
tak ada artinya kalau bahan pangan susah diperoleh.
Skenario
terburuk adalah penjarahan masal bahan
makanan di tempat-tempat yang menjual atau menyimpan sembako temasuk kios,
warung, minimarket, supermarket hingga hipermarket.
“Ah
sudahlah, itu hanya pikiran buruk dari seorang yang sedang dihinggapi mental skeptis,”
batin saya sambil mengayunkan pacul, saat menghabiskan waktu Sabtu pagi di
kebun menanam bibit singkong dari potongan dua batang yang kemarin baru dipanen.
Singkong selain khasiatnya yang multiguna juga berbau filosofis asli yang mengakar di negeri yang berjuluk Tanah Surga ini |
Itulah
uniknya singkong. Batangnya bisa dipotong-potong dan tetap tumbuh! Dalam
perhitungan saya, singkong merupakan solusi paling logis untuk menangani krisis
pangan di negeri ini.
Selain itu,
pemerintah sudah siap dengan worse-case
scenario ini, terbukti dengan adanya kampanye penggalakan makanan singkong secara
masif, bahkan sampai mewajibkan menu singkong dalam kegiatan-kegiatan resmi
pemerintah dan rapat-rapat terkait PNS,
Saya jadi
teringat dengan syair lagu Koes Ploes yang populer di era 1970-an berikut ini,
“Bukan lautan, hanya kolam susu,.
Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui. Ikan dan
udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan
batu jadi tanaman.”
Lamunan
saya buyar seketika, tatkala ada SMS yang mengabarkan bahwa seorang teman
alumni satu kelas di SMA mendadak meninggal dunia karena serangan jatung.
Kawan
alumni tersebut adalah seorang trainer logistik senior di kawasan Jakarta Utara.
Dan terakhir, ia bekerja untuk satu perusahaan
logistik terkemuka berbasis Singapura. Bidang yang ia tangani adalah warehousing, satu bidang dari sistem
mata rantai pasokan yang SDM-nya masih terhitung minim di Tanah Air.
Bulan lalu
saya sempat menanyakan alamatnya. Banyak hal yang bisa kami diskusikan, baik
soal bisnis logistik, hal-hal teknis dalam lingkup supply chains & sistem pergudangan, seputar alumni, tentang musik
hingga ke masalah keyakinan dan spiritualitas.
Tapi,
itulah Jakarta,
tak mudah bagi sesorang mencari waktu longgar untuk berkunjung, apalagi untuk
bercengkrama ngalor-ngidul. Akhirnya
kami lebih banyak berdiskusi lewat media sosial.
Saya pikir,
kawan itu beruntung karena tidak perlu menyaksikan, (kalaulah prediksi kelangkaan
itu menjadi kenyataan) satu momen ketika sembako sulit didapat akibat gangguan
pada sistem distribusi dan logistik di negeri berjuluk Tanah Surga ini, beserta
implikasi negatifnya.
Ketika
menyelesaikan naskah ini, saya dalam kondisi bokek, dan tentu saja tak nyaman
untuk bergerak kemana-mana, termasuk walau hanya sekadar untuk melayat ke rumah
duka di kawasan Rawamangun.
Dan dari
pondok tempat saya bertafakur di Hambalang, saya hanya bisa memanjatkan doa
untuknya dan sengaja menulis naskah ini sebagai in-memoriam khusus buat almarhum.
“Selamat jalan, Kawan. Aku yakin singkong di
Tanah Surga jauh lebih lezat dan gurih.Tapi waktuku belum tiba. Ada saatnya kita akan menikmati sajian ubi kayu bersama-sama
di atas sana, kalau Tuhan mengizinkan.”
Sabtu 30
Mei 2015,
In memoriam sahabat istimewa Smanduo’89,
Irwansyah Sofyan.
Ali Cestar
Pemerhati logistik tinggal di
Hambalang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar